” Mengimani Takdir dan Hikmahnya “

” Mengimani Takdir dan Hikmahnya “

Oleh : H. Abdel Haq, S.Ag, MA.

*Mengimani dan mempercayai takdir adalah salah satu rukun iman, yang wajib diyakini oleh umat Islam yang beriman.Sering kita lihat, terjadi beragam pandangan dalam menyikapi takdir yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Iman kepada takdir Allah Swt adalah meyakini bahwa setiap kebaikan dan keburukan pasti datangnya dari Allah dan seizin-Nya. Namun demikian, bukan tidak berarti usaha, upaya kerja keras yang dilakukan seorang hamba, dengan memaksimalkan potensi, ilmu pengetahuan dan keterampilan, yang dimiliki dalam terwujudnya sebuah takdir, atau pun sebuah rencana yang telah dimaksimalkan melalui ikhtiar dan do’a.

Di sisi lain Allah Swt memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan pilihan dalam hidup dan kehidupannya. Termasuk dalam menentukan keyakinannya, mau beriman atau mau kufur.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah Al-Kahfi ayat 29 :

” Wa qulil haqqu mirrabbikum, faman
syaa-a falyukmin wa man syaa-a falyakfur “,

Artinya : ” Dan katakanlah ( Muhammad ), ” Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki ( beriman ) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki ( kafir ) biarlah dia kafir “. Q.S. 18.29.

Dalam ayat di atas Allah Swt memberikan opsi, pilihan kepada manusia.

Jika manusia menghendaki beriman, tentulah dia beriman. Apabila sebaliknya, manusia menginginkan kafir, maka silakan menjadi kafir.

Kebebasan memilih dari Allah Swt seolah-olah bertentangan pula dengan sifat Allah Swt Yang Maha Pencipta dan Maha Berkuasa.
Hal ini terdapat dalam Al-Quran surah Ash-Shaaffaat ayat 96 :

” Wallaahu khalaqakum wa maa ta’maluun ”

Artinya : ” Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu “.

Dalam ayat lain Allah berfirman :
” In ahsantum ahsantum lianfusikum, wa in asa’tum falahaa “,

Artinya : ” Jika kamu berbuat baik
( berarti ) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka ( kerugian kejahatan ) itu untuk dirimu
sendiri “. ( Q.S. 17.7 ).

Dalam ayat ini Allah Swt pun menjelaskan dengan tegas dan gamblang, bahwa amal kebaikan yang dilakukan manusia itu pada dasarnya adalah untuk mereka sendiri. Begitu pula kejahatan yang dilakukan oleh manusia, akibat kejahatan itu juga buat yang mengerjakannya.

Sementara itu, Rasulullah Muhammad SAW dalam setiap selesai shalat selalu membaca :
” Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahuu, Allaahumma laa mani’a limaa a’thaita wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu “.

Artinya : ” Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Wahai Allah tidak ada yang mampu menghalangi apa yang Engkau beri, tidak juga ada yang mampu memberi apa yang Engkau halangi, tidak berguna upaya yang bersungguh-sungguh. Semua bersumber dari-Mu “.
( H.R Bukhari ).
Dalam ayat lain ditemukan firman Allah Swt :

” Wa maa tasyaa-uuna illaa ayyasyaa-allaahu “.
Artinya : ” Apa yang kamu kehendaki,
( tidak dapat terlaksana) kecuali dengan kehendaki Allah jua “. ( Q.S. 76.30 ).

Bagaimana pun kehebatan manusia, mustahil tidak ada campur tangan Allah Swt dalam mewujudkan dan merealisasikan apa yang dikehendakinya.

Sebenarnya, tidak ada satu ayat atau pun hadis di atas yang bertentangan, mengenai takdir ini.
Untuk lebih jelasnya pemahaman tentang beriman kepada takdir, sebaiknya penulis kemukakan takdir dalam bahasa Al-Quran.
Kata takdir ( taqdir ) berasal dari qaddara, akar katanya qadara, berarti mengukur, memberi kadar, atau ukuran. Jika seseorang mengatakan Allah Swt telah mentakdirkan ini.

 

Pernyataan berarti, Allah telah memberikan kadar, ukuran, batasan tertentu dalam diri, sifat atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.

Dari pengertian di atas semakin jelas dan teranglah, bahwa pada dasarnya semua makhluk itu, telah ditetapkan takdirnya oleh Allah Swt. Membicarakan takdir berarti kita membahas tentang takaran, ukuran dan batasan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt di Lauh Mahfuzh.

Sungguh banyak ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang takdir di antaranya sebagai berikut :

” Sabbihisma rabbikal a’lal ladziy khalaqa fa sawwaa, walladziy qaddara fahadaa “.

Artinya : ” Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi. Yang menciptakan, lalu menyempurnakan ( penciptaannya ).
( Q.S. 87.1-2 ).

” Wasysyamsu tajriy limustaqarrillahaa dzaalika taqdiirul ‘aziizil “aliim ”
Artinya : ” Dan matahari beredar di tempat peredarannya. Demikian itulah takdir yang ditentukan oleh ( Allah ) Yang
Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui
( Q.S 36.38 ).

Dalam ayat lain Allah berfirman :

” Wakhalaqa kulla syai-in faqaddarahu taqdiiraa “.

Artinya : ” Dia ( Allah ) yang menciptakan segala, lalu dia menetapkan atasnya qadar ( ketetapan ) dengan sempurna-sempurnanya “. ( Q.S. 25.2 ).

” Qad ja’alallaahu likulli syai-in qadraa “.

Artinya : ” Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu “. ( Q.S. 65.3 ).

Berdasarkan firman Allah Swt yang telah dikemukakan di atas, menjelaskan kepada kita umat Islam bahwa Allah Swt adalah Kreator Maha Bijaksana, Maha Pencipta Segalanya dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Justeru itu, umat Islam harus bisa
memahami, menyikapi bahwa takdir itu adalah batasan, takaran dan ketentuan Allah Swt terhadap apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Baik ketentuan dan ketetapan yang diberlakukan terhadap manusia, maupun terhadap makhluk lainnya. Seperti terjadinya gempa, banjir, tsunami, kebakaran hutan dan bencana alam lainnya.

Semuanya itu telah diatur dan termaktub, tercatat di Lauh Mahfuzh.
Dengan memahami, mengimani dan meyakini takdir tersebut.
Manusia tidak bisa mengandalkan kekuatan, potensi, power yang dimilikinya saja

Karena, bagaimana pun juga Allah Swt telah mengatur skenario perjalanan hidup manusia. Keberhasilan, kesuksesan, ketidakadilan berhasilan, kegagalan yang dihadapi, semuanya sudah ada dalam program dan aplikasi Allah Swt.

Dengan memahami makna takdir, kita tidak perlu lagi merasa kecewa, menangisi nasib yang menimpa diri. Boleh jadi, dengan sebuah kegagalan, yang dialami, jika disikapi dengan penuh kesabaran dan penuh tawakkal kepada Allah,

Insya Allah ada pula hikmahnya yang harus dipetik. Setidaknya dengan kesabaran dan kepasrahan kepada Allah, akan bernilai ibadah di sisi Allah Swt.

Di sisi lain, tatkala kita mendapatkan banyak keberhasilan, keberuntungan dan segala cita-cita disampaikan oleh Allah. Kenyataan ini harus kita sikapi dengan banyak bersyukur, bersalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW dan mengakui, bahwa keberhasilan ini adalah rahmat dan nikmat dari Allah Swt. Bukan dari hasil kerja keras, bukan pula dari kemampuan belaka. Bahkan ada pula keikutsertaan orang lain.

Kandungan Dalam Beriman kepada Takdir.

Beriman kepada takdir Allah Swt membawa kita untuk lebih mendalami sifat dan kebesaran Allah Swt antara lain :
1. Bahwasanya Allah Swt bersifat ‘Alim, Maha Mengetahui segala sesuatu, baik secara menyeluruh maupun secara terperinci. Allah Swt telah mengetahui semua makhluk ciptaan-Nya, bahkan sebelum diciptakan. Allah Swt sudah mengetahui batasan rezeki, ajal, jodoh, perkataan dan perbuatannya.

Bahkan bagi Allah Swt tidak ada sesuatu pun yang tidak bisa diketahui-Nya. Semua gerak gerik dan diamnya alam, jagad raya ini tidak luput dari pantauan-Nya. Allah Swt mengetahui akhir perjalanan hamba-Nya, apakah akan menempati surga. Atau malah dilemparkan ke dalam neraka. Seperti ditegaskan Allah Swt dalam Al-Quran :

” Huwallaahul ladziy laa ilaaha illaa huwa.
‘Aalimul ghaibi wasy syahaadati huwar rahmaanur rahiim “.
Artinya : ” Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang “. ( Q.S. 59.22 ).

2. Apapun yang terjadi dan akan terjadi, semuanya itu telah tertulis, termaktub dalam Lauh Mahfuzh. Dalam hal ini kita umat Islam wajib mengimani, meyakini bahwa segala sesuatu itu telah termaktub, telah dicatat Allah Swt di Lauh Mahfuzh.
Hal ini bisa kita lihat dalam firman Allah Swt dalam surah Al-Hadiid ayat 22 :

” Maa ashaba mim mushiibatin fil ardhi wa laa fii anfusikum illaa fii kitaabim min qabli an nabra-ahaa, inna dzaalika ‘alallaahi yasiirun “.

Artinya : ” Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab
( Lauh Mahfuzh ) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah “. ( Q.S. 57.22 ).

3. Umat Islam wajib mengetahui, memahami dan meyakini Allah Swt memiliki sifat Iradah dan kehendak. Beriman kepada kehendak Allah dan Kekuasaan-Nya, yang tidak bisa ditolak dan dilawan oleh siapapun. Bagaimana pun juga, semua yang terjadi dipastikan atas kehendak Allah Swt. Seperti dijelaskan Allah Swt dalam surah At-Takwiir ayat 29 :

” ” Wa maa tasyaa-uuna illaa ayyasyaa-allaahu rabbul ‘aalamiina ”

Artinya : ” Dan kamu tidak dapat menghendaki ( menempuh jalan itu ) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam “. ( Q.S. 81.29 ).

4. Membawa kita untuk lebih meningkatkan iman kepada Allah, bahwasanya Allah Swt dalam yang menciptakan segala sesuatu dan Dialah satu-satunya Yang Pencipta. Semua selain Allah Swt adalah makhluk dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Hal ini dijelaskan Allah Swt dalam surah Al-Furqaan ayat 2 :
” Wa khalaqa kulla syai-in faqaddarahuu taqdiiraa “.

Artinya : ” Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat “. ( Q.S. 25.2 ).

Hikmah dari mengimani takdir.

Setelah kita menelusuri secara simpel dan lebih dekat tentang tentang seluk beluk takdir, maka kita bisa mengambil hikmah dan buah dalam memahami dan mengimani takdir, sebagai berikut :

1. Memotivasi umat Islam untuk melakukan amal kebaikan sebanyak-banyaknya, tanpa menunggu waktu dan kesempatan. Setelah melakukan amal kebaikan hasilnya diserahkan kepada Allah Swt dengan sikap optimis usaha tidak akan mengkhianati hasil. Allah Swt telah berfirman dalam surah Ar-Rahman, ayat 60.

” Hal jazaa-ul ihsaan illal ihsaan ”

Artinya : ” Bukankah balasan yang baik, kecuali kebaikan juga “. ( Q.S.55.60 ).

2. Dengan mengimani takdir, membuat manusia menjauhi sifat sombong, mengetahui batasan kemampuannya, dan mau menerima masukan dari orang lain. Bagaimana pun juga kehebatan seseorang tidak akan bisa melewati batasan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt di Lauh Mahfuzh.

3. Dengan mengimani takdir, akan menghilangkan sifat iri hati kepada orang lain. Meskipun sama-sama berusaha dan berdo’a, tetapi hasilnya pasti berbeda. Karena Allah Swt amat tahu, bagaimana nawaitu, integritas, komitmen dan prosesi dari amal kebaikan yang dilakukan hamba-Nya. Allah Swt adalah Ar-Razzaaq, sumber pemberi rezeki, rezeki manusia tidak tergantung oleh manusia. Bagi mereka yang memelihara sifat iri hati, pertanda keimanannya belum sempurna.

4. Mengimani takdir, akan membangkitkan semangat juang yang tinggi, memiliki tekad yang kuat untuk melepaskan diri dari berbagai kesulitan. Semua yang dialami saat ini, tidaklah secara kebetulan.

Tetapi, semuanya sudah diprogram dan sudah ada dalam aplikasi Allah Swt. Apalagi Allah Swt pun selalu memotivasi hamba-Nya untuk keluar dari berbagai kesulitan.
Sebagaimana dijelaskan Allah Swt dalam Al-Quran, surah Al-Insyirah ayat 5 dan 6 dengan tegas dan gamblang :

” Fa inna ma’al ‘usri yusraa, inn ma’al ‘usri yusraa “.

Artinya : ” Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada pula kemudahan “.
( Q.S. 94.5-6 ).

5. Mengimani takdir, akan mampu membangkitkan dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Hanya kepada Allah Swt saja kita semua bergantung ” Allaahush shamad ” mengadukan segala hal yang menghimpit, yang selalu membebani pemikiran, menyesakkan dada dan semua yang menyusahkan dalam kehidupan serta meminta pertolongan agar terlepas dari belenggu kesulitan.

Hanya kepada Allah saja kita menyembah dan hanya kepada Allah saja kita meminta bantuan dan pertolongan. Seperti yang kita ikrarkan dalam menunaikan shalat ” Iyyaaka na’budu wa Iyyaaka kanasta’iin “.

6. Dengan mengimani takdir, membuat jiwa semakin tenang, menjadikan hati dan perasaan bertambah tenteram, penuh kedamaian dalam menatap masa depan.

Menyiapkan hari esok yang lebih baik, akan semakin termotivasi dan penuh semangat.
Yang penting dalam hidup dan kehidupan ini, berupaya maksimal melakukan amal kebaikan, menjauhi segala larangan-Nya dan tetap istiqamah di jalan yang diridhai Allah Swt.

Meskipun takdir ditetapkan oleh Allah Swt sejak dari Lauh Mahfuzh, yang tidak diketahui oleh siapapun. Namun setelah suatu takdir ditetapkan oleh Allah Swt. Kita manusia masih bisa merubah takdir, dengan berikhtiar penuh, diiringi do’a yang tulus. Agar bisa berpindah dari satu takdir ke takdir lainnya, yang lebih baik dan lebih diridhai Allah Swt, aamiiin! Wallaahu a’lam bishshawaab.

Penulis : adalah Jurnalis, Aktivis Dakwah Pendidikan Sosial dan terakhir Kakankemenag Dharmasraya.