Oleh : H. Abdel Haq, S.Ag, MA *.
Bangsa Indonesia baru saja memperingati ” Hari Pahlawan ” yang jatuh setiap tanggal 10 November setiap tahunnya. Memperingati hari pahlawan, bukanlah sebuah acara seremonial belaka, tetapi sarat dengan makna yang terkandung dalam memperingati jasa-jasa para pejuang kemerdekaan bangsa.
Setidaknya dengan memperingati hari pahlawan, para generasi muda atau pun bagi yang sudah dewasa. Dapat kembali mengingat jasa dan pengurbanan yang telah dilakukan oleh para pejuang untuk kemerdekaan Indonesia. Juga, dijadikan sebagai tolok ukur untuk menguji kedalaman mencintai tanah air.
Kata Pahlawan adalah sebutan kata atau kalimat yang sakral, dikhususkan bagi mereka pemberani, pejuang kebenaran, melakukan jihad dengan segala kemampuan yang dimilikinya.
Mereka merelakan yang mereka punya, jiwa raga, harta bendanya untuk membela kebenaran, membebaskan rakyat dari tirani, penjajahan, pemerintahan yang zhalim.
Juga berjihad berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan keadilan, melalui perjuangan yang berliku, tanpa pamrih, ikhlas dan hanya untuk meninggikan li-i’laa-i kalimatillaahi, wa limardhaatillaahi, dan menginginkan keridhaan Allah Swt.
Agar bangsa Indonesia bisa duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan negara-negara yang berdaulat di dunia internasional.
Mereka berpedoman teguh dengan kalimah thayyibah, kalimat tauhid :
” Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahuu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ alaa syai-in qadiirin “.
Artinya :
” Tidak ada Ilah ( Tuhan ) kecuali Allah Yang Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kekuasaan, dan bagi-Nya pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu “.
Siapa yang berhak mendapatkan gelar Pahlawan?
Berbicara tentang ” Pahlawan ” dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia
( KBBI ), diartikan : ” sebagai orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran “.
Secara etimologis, Pahlawan berasal dari bahasa Sanskerta, kata pahala dengan berakhiran wan, yang diartikan, bagi mereka pantas mendapatkan pahala yang banyak, berkat jasa-jasanya dalam menegakkan kebenaran, dalam mewujudkan keadilan.
Adapun ciri khas yang melekat erat pada diri seorang Pahlawan adalah sebagai berikut :
1. Memiliki semangat rela berkorban untuk kepentingan yang lebih besar, untuk kepentingan bangsa, agama dan negara.
2. Mengutamakan kepentingan umum, dari pada kepentingan pribadi dan golongan.
3. Memiliki semangat juang yang tinggi, penuh kesabaran dan pantang menyerah dalam memperjuangkan kebenaran yang diyakininya.
4. Memiliki semangat patriotisme yang tinggi, cinta tanah air, dibuktikan dengan mengusir penjajah dan menginginkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
5. Memiliki semangat keikhlasan yang tinggi, tidak ingin dikenal, dipuji dan hanya mengharapkan keridhaan Allah Swt.
Dengan demikian Pahlawan adalah sebutan bagi mereka yang memiliki keberanian yang luar biasa, dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dan mengusir penjajah.
Dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki, seperti : kesempatan, potensi, ilmu pengetahuan, harta benda. Termasuk jiwa dan raga dipertaruhkan untuk bangsa dan negara, dengan penuh keikhlasan.
Hakikat Pahlawan Dalam Islam
Mencermati hakikat Pahlawan dalam Islam adalah segala upaya sadar yang dilakukan seseorang untuk meraih, mendapatkan kemuliaan, membela kebenaran dan kemuliaan diri serta agama. Dengan menjalankan dan merealisasikan visi perjuangan sejati untuk menjunjung tinggi li-i’laa likalimatillaahi.
Bukan untuk mencari popularitas, bukan pula untuk mendapatkan ambisi duniawi.
Berdasarkan ungkapan di atas secara umum, siapa pun berhak untuk mendapatkan dan meraih panggilan Pahlawan. Asalkan saja mampu memenuhi kriteria, syarat dan ciri-ciri yang dijelaskan di atas tadi.
Allah Swt Menghargai Pengurbanan Pahlawan.
Allah Swt memastikan tidak akan menyia-nyiakan perjuangan, pengurbanan dan jihad yang dilakukan oleh para pahlawan dalam menegakkan kebenaran, mewujudkan keadilan dan Kemakmuran bagi masyarakat, bangsa dan negara. Adapun bentuk penghargaan Allah Swt terhadap para pejuang dan pahlawan itu adalah sebagai berikut :
1. Allah Swt menghargai dan membeli hasil karya mujahid, pejuang dan pahlawan itu dengan surga.
Seperti dijelaskan Allah Swt dalam surah At-Taubah ayat 111 :
” Innallaahasy taraa minal mukminiina anfusahum wa amwaalahum bianna lahumul jannata, yuqaatiluuna fii sabiilillaahi fayaqtuluuna wa yuqtaluuna wa’dan ‘alaihi haqqan fit tauraati wal injiili
wal qur-aani, wa man awfaa bi’ahdihii minallaahi fastabsyiruu bibay’ikumul ladziy baaya’tum bihii, wa dzaalika huwal fauzul ‘azhiimu “.
Artinya : ” Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, ( sebagai ) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran.
Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung “. ( Q.S.9.111 ).
Dalam ayat di atas Allah Swt memberikan apresiasi, penghargaan dan menghargai kerja keras, para pejuang yang ikhlas, tanpa batas yang dilakukan oleh para
pejuang yang beriman, dengan balasan setimpal dan menghargainya berupa bayaran cash, tunai yaitu dengan maqam terpuji di surga-Nya.
2. Para mujahid, pejuang dan pahlawan yang terbunuh itu, tidak pernah mati, tetapi mereka tetap hidup dan selalu dikenang.
Hal ini ditegaskan Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 154 :
“Wa laa taquuluu limayyuqtalu fii sabiilillaahi amwaatun, bal ahyaa-uw walaakil laa tasy’uruuna “.
Artinya : ” Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah ( mereka ) telah mati. Sebenarnya ( mereka ) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya “. ( Q.S. 2.154 )
3. Mereka yang gugur dalam
memperjuangkan kebenaran dan kemuliaan agama Allah Swt tetap hidup dan mereka tetap mendapatkan rezeki dari Allah Swt.
Hal ini pun ditegaskan oleh Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 169 :
” Wa laa tahsabannal ladziina qutiluu fii sabiilillaahi amwaatan, bal ahyaa-un ‘inda rabbihim yurzaquuna “.
Artinya : ” Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki “.
( Q.S.3.169 ).
Dengan keterangan ayat di atas, janganlah pernah kita mengira bahwa mereka
( pahlawan dan pejuang ) yang gugur di jalan Allah itu mati, akan tetapi mereka
tetap hidup di sisi Tuhan, selalu dikenang, mendapatkan rezeki dari Allah Swt. Bagaimana caranya Allah memberikan rezeki kita serahkan kepada Allah Swt.
Adakah Pahlawan Masa Kini ?
Setelah menelusuri pengertian dan makna pahlawan beserta syarat dan kriterianya, tidak tertutup kemungkinan lahirnya para pahlawan masa kini. Yang berjuang dengan sungguh-sungguh, gagah berani tampil ke permukaan, sesuai dengan keahlian, keterampilan dan pengalaman yang dimiliki, untuk melawan ketidakadilan, ketidakjujuran, selalu melakukan kesewenangan, melanggar regulasi, ketetapan hukum dibuat seenaknya dan bisa dibeli. Pelaksanaan hukum tidak maksimal, tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Inilah yang dilakukan rezim terkutuk di negara-negara, yang para pemimpin, penguasa dan para penyelenggara negara yang kehilangan pedoman, buta akan tujuan dari sebuah pemerintahan yang zhalim.
Tatkala para pemimpin formal dan informal sudah menanggalkan integritas dari kepribadiannya. Maka, akan berdampak negatif terhadap setiap aktivitas yang dilakukannya, tidak lagi mencerminkan prilaku yang berpihak kepada rakyat.
Mereka asyik memikirkan kepentingan pribadi, melestarikan kekuasaan, membangun dinasti bersama kroninya. Ditambah lagi, penempatan aparat tinggi sarat dengan KKN, tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, jauh dari ahli, minim prestasi.Tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan stake holder.
Jadilah mereka pemimpin, pejabat, aparat yang menjadi topeng yang digerakkan oleh mereka yang punya kepentingan pribadi untuk meraup aset dan kekayaan alam ibu pertiwi.
Sudah saatnya, segala ketimpangan, kecurangan yang terjadi selama ini, dihentikan, dievaluasi dan direformasi.
Wahai para pemimpin formal dan informal saat ini, kembalilah menyatukan persepsi, satukan tekad, bangun kekuatan diri, power yang dimiliki arahkanlah kepada jalan yang pernah ditempuh para pejuang, pahlawan nasional dan pejuang yang tidak sempat menikmati nikmat kemerdekaan. Karena telah gugur dijemput oleh Ilahy Rabbi. Tinggalkan dan lucutilah semua pakaian munafik, fasiq dan semua bentuk pengkhianatan yang melekat pada diri, sebelum semuanya direnggut, diputuskan dan dihentikan oleh Allah Swt.
Jadilah pahlawan masa kini, melepaskan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dari segala penyakit jasmani dan rohani. Menyiapkan generasi hebat bermartabat, berkualitas dunia akhirat. Yaitu generasi yang kuat pisik, mental, ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk masa depannya.
Jauhilah Pengkhianatan.
Setiap lahirnya pahlawan, dipastikan pada saat itu membonceng pula kaum munafik, fasiq, yang melakukan pengkhianatan, kecurangan, kezaliman dan ingin menggeroti perjuangan para pejuang kebenaran, dalam upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Kenyataan ini sudah merupakan sebuah pemandangan yang biasa dalam setiap perjuangan di berbagai tempat dan masa.
Sehingga ada pepatah : ” Setiap ada Muhammad SAW di situ juga ada Abu Lahab “. Ungkapan ini menjelaskan kepada kita, bahwa setiap ada kegiatan baik, yang bernilai positif, di situ ada pula kelompok yang menginginkan kegiatan tersebut, tidak terlaksana dengan baik. Kalau perlu program kegiatan yang baik itu dibully, dicurangi dan difitnah seolah-olah yang baik itu buruk
. Sebaliknya, isu-isu negatif yang dikembangkan melalui media sosial, yang didukung oleh para buzzer, boleh jadi berita hoax, malah dianggap positif dan dijadikan sumber berita yang baik.
Justeru itu Allah Swt mengingatkan umat Islam untuk selektif dalam menerima berita, informasi yang belum jelas kebenarannya. Seperti dijelaskan Allah Swt dalam surah Al-Hujuraat ayat 6 :
” Yaa ayyuhalladziina aamanuu in jaa-
akum faasiqum binaba-in, fatabayyanuu an tushiibuu qaumam bijahaalatin fatushbihuu ‘alaa fa’altum naadimiina “.
Artinya : ” Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasiq datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan ( kecerobohan ), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu “.
( Q.S. 49.6 ).
Selanjutnya Allah Swt juga menginformarsikan, bahwa dalam hidup dan kehidupan ini, selalu ada pertentangan, perseteruan dan pertarungan antara yang haq dengan yang batil. Bahkan bagi setiap Nabi yang diutus Allah Swt untuk menyeru umatnya, selalu mendapatkan tantangan dari musuh-
musuhnya, yang terdiri dari komunitas setan manusia dan jin. Sebagaimana tertera dalam surah Al-An’am ayat 112 :
Wa kadzaalika ja’alnaa likulli nabiyyin ‘aduwwan syayaathiinal insi wal jinni yuuhiy ba’dhuhum ilaa ba’dhin zukhrufal qauli ghuruuran, wa law syaa-a rabbuka maa fa’aluuhu fadzarhum wa maa yaftaruuna “.
Artinya : ” Dan demikianlah untuk setiap Nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa
( kebohongan ) yang mereka ada-adakan. ( Q.S. 6.112 ).
Dengan demikian semakin jelaslah bagi kita, bahwa perseteruan dan pertarungan setan dengan manusia itu, tidak akan pernah berakhir. Kapan perseteruan, pertarungan ini berakhir, tentu saja sampai berakhirnya dunia yang fana dan penuh misteri.
Pengkhianatan dilarang Allah Swt
Sebagaimana telah diketahui Allah Swt melarang keras melakukan pengkhianatan, penipuan, kecurangan. Karena sifat tercela ini akan merusak, meruntuhkan kepercayaan orang lain. Pengkhianatan merupakan manifestasi jiwa yang tidak sehat, jiwa yang berpenyakit dan pengecut. Sipengkhianat itu biasanya tidak mau berterus terang, enggan bekerja sama serta tidak dapat dipercaya.
Bagi mereka yang suka berkhianat, berarti di dalam dirinya telah tumbuh dan berkembang bibit-bibit kemunafikan.
Hal ini ditandai dengan perbuatan yang menyimpang, merusak dan suka merugikan orang lain. Bila berkata selalu berbohong, bila berjanji selalu mangkir dan jika dipercaya berkhianat.
Pengkhianatan yang dilakukan oleh mereka yang hati, jiwanya sakit, munafik, fasiq itu adalah manifestasi mereka dalam merespon setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.
Pada dasarnya sangat bertentangan dengan akal sehat dan selalu menimbulkan kekacauan, keributan di tengah umat dan bangsa. Oleh sebab itu, karakter pengkhianat harus kita jauhi. Karena akan merusak kepribadian yang bersangkutan, merusak pergaulan sosial, silaturahmi akan terputus.
Membuat orang lain dan lingkungan masyarakat tidak nyaman dan kehilangan kepercayaan seumur hidup. Seperti pepatah ” Sekali lancung keujian seumur hidup orang tidak percaya “. Demikianlah akibat bahayanya jika seseorang memiliki sifat khianat. Adapun ciri-ciri pengkhianatan itu antara lain adalah :
1. Suka berbohong, berdusta.
2. Ingkar janji, melupakan Allah.
3. Tidak bisa dipercayai, menyia-nyiakan amanah.
4. Menyembunyikan sesuatu, penuh misteri.
5. Suka memutar balikkan fakta.
6. Bersikap licik dan pendendam.
7. Mendua hati, tidak setia dengan siapa pun.
Dalam hal ini pun Allah Swt telah melarang orang yang beriman untuk berkhianat,
berbuat kemunafikan, melupakan Allah, melanggar perjanjian, seperti dalam firman-Nya sebagai berikut :
1. ” Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa takhunullaaha war rasuula wa takhuunuu amaanaatikum wa antum ta’lamuuna “.
Artinya : ” Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, dan ( juga ) janganlah kamu mengkhianati amanat dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui “.
( Q.S.8.27 ).
2. … ” Wa laa takul lilkhaa-iniina khashiimaa “. Ayat ini terdapat dalam surah An-Nissa’ ayat 105.
Artinya : … ” Dan janganlah engkau menjadi penentang
( orang yang bersalah ), karena ( membela ) orang yang berkhianat “.
( Q.S. 4.105 )
3. ” Alladziina yanqudhuuna ‘ahdallaahi min bakdi miitsaaqihii wa yaqtha’uuna maa amarallaahu bihii ayyuu shala wa yufsiduuna fil ardhi, ulaa-ika humul khaasiruuna “.
Artinya : ” ( Yaitu ) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah
( perjanjian ) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi “. ( Q.S.2.27 ).
4. ” Wa laa takuunuu kal ladziina nasullaaha fa ansaahum anfusahum, ulaa-ika humul faasiquun ”
Artinya : ” Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasiq “. ( Q.S. 59.19 ).
Disamping itu pun Rasulullah Muhammad SAW dalam sabdanya :
” Laa diina liman laa ‘ahdalahu “.
Artinya : ” Tidak ada agama bagi orang yang tidak bisa dipegang janjinya “.
( H.R. Ahmad ).
Demikianlah dalam hidup dan kehidupan ini, mulai dari kehidupan rumah tangga, bermasyarakat dan bernegara, selalu terjadi benturan, pertempuran antara yang haq dengan yang batil, kebaikan dan
keburukan, antara kepentingan pribadi, kelompok dan kepentingan yang lebih besar. Siapa yang mampu memenej diri dengan baik, mampu menguasai dan menaklukkan hawanafsu untuk kepentingan yang lebih besar. Berarti telah berhasil memenangkan pertarungan yang besar. Seperti pernah diungkapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW :
” Raja’tum min jihaadil ashghari ilaa jihaadil akbari, faqul wa maa jihaadulakbari Ya Rasuulallaahi? Faqaala jihaadun nafsi “.
Artinya : Kamu baru saja pulang dari peperangan kecil menuju peperangan yang lebih besar, maka seorang sahabat bertanya, apakah itu jihad yang paling besar itu Ya Rasuulallaahi? Lalu dijawab oleh Rasulullah berjuang melawan hawanafsu “. ( H.R. Ahmad ).
Dalam hadis yang lain Rasulullah Muhammad SAW bersabda :
” Afdhalul jihaadi kalimatu ‘adlin ‘inda sulthaanin jaa-irin “.
Artinya : ” Seutama-utama jihad adalah mengatakan kalimat yang benar di hadapan penguasa zhalim “.
( H.R Abu Daud ).
Jalan yang telah ditempuh oleh para pahlawan pejuang bangsa Indonesia, itulah perjuangan yang terbaik, mereka mampu menaklukkan hawanafsu, menekan kemauan untuk kepentingan pribadi dan keluarga untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu untuk kemerdekaan bangsa dan rakyat Indonesia.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini dan berdasarkan uraian di atas beserta dalil yang dikemukakan, nampaklah garis
demarkasi, batasan yang jelas antara Pahlawan versus Pengkhianatan dalam pandangan ajaran Islam.
Kalau Pahlawan orientasi, tujuan perjuangannya adalah untuk menegakkan kalimat tauhid, kalimah thayyibah, menegakkan kebenaran, keadilan, kesejahteraan, Kemakmuran dan kemuliaan diri dan bangsa Indonesia.
Sedangkan mereka yang munafik, fasiq melakukan pengkhianatan, merusak tatanan yang sudah baik, merusak alam lingkungan. Mereka lebih mementingkan keluarga dan kroninya dari pada kepentingan lapisan rakyat Indonesia. Wallaahu a’lam bishshawaab.
Penulis : adalah Jurnalis, Aktivis Dakwah Pendidikan Sosial dan terakhir Kakankemenag Kabupaten Dharmasraya.*